Bhisama Pande Ke-5

Bhisama Kelima
Tentang Pesemetonan Warga Pande


Bhisama kelima adalah Bhisama yang Mpu Siwa Saguna Kepada Brahmna Dwala, di Pura Bukit Indrakila, sebagai berikut; ”Mangkana kengeta, aja lali wruhakena wwang sanakta kabeh. Kita sadaya ajwa lupa ring kajaten, duk ring Yambhu dwipa turun ka Yawa dwipa, tan len Sira Mpu Brahma Wisesa kawitan sira Pande kang ana wayeng Bali-pulina. Kita mangke asanak ring Pande kabeh. Aywa ngucap ming telu, sadohe ming ro. Tan ana sor tan ana luhur, tunggal pwa witnis nguni, kadi anggan ing pang ning kayu-kayu mara jatin ira. Ana awah ana juga tan pawah. Kalingania mangkana juga kita asanak, tan dai angadol kadang. Aja amumpang laku, aywa arok ring wwang hina-laksana”. (ingatlah selalu, jangan lupa dengan seluruh keluargamu. Kita tidak boleh lupa dengan jati diri, sejak dari India, sampai ke pulau Jawa, tidak lain Mpu Brahma Wisesa leluhurmu termasuk yang ada di pulau Bali. Kalian semuanya keturunan Pande. Kalian adalah sedarah daging. Jangan merasa memindon (saudara tingkat III) sejauh-jauhnya adalah memisan (saudara tingkat II). Tidak ada yang lebih rendah, tidak ada yang lebih tinggi. Seperti pohon ada yang berbuah ada yang tidak berbuah (bernasib baik-tidak bernasib baik). Tetapi kalian semua tetap bersaudara, tidak boleh menjual saudara. Jangan berbuat tidak baik, jangan sombong pada orang yang tidak baik.
Begitu pentingnya pesemetonan ini, sehingga banyak dijumpai dalam babad-babad Pande, salah satunya Babad Pande Besi, Pratataning Kaprajuritan Wilwatikta. Terdapat Bhisama Mpu Siwa Saguna kepada putranya Arya Kapandeyan yang disampaikan kembali kepada Lurah Kapandeyan. ”Kaki anak ingsun Lurah Kapandeyan rengwakena pawarah mami ring kita. Mangke katekeng wekas, wenang kita amretingkah wong, angamet penatak bahan, mwang pangapih, mwang papincatan, lawan tutuwangan, wenang ksatriyan putusing sanyahnyah ira kabeh, katekeng wekas. Aja arok kita, elingakena kadadenta ksatriyan. Aja adoha akadang-kadang, wenang kinumpulaken, apan mulaniya sthiti sawiji andaadi akweh. Sadoh-doh akadang, muliha andadi ming ro. Aja angangken ming tiga, wenang amisan aming rwa. Kunang yan ana pratisantan ta angangken aming tiga, yadyapin sadoh-dohnya, wong amurug anhagu ngaraniya. Kna sodan ingsun bwating upadrawa. Wastu, wastu,wastu pariwastu, kna sodan ira Bhatara Sinuhun”. (anakku Lurah Kapandeyan, dengarkanlah bhisamaku. Sekarang dan seterusnya, berhak engkau mengurusi orang. Memegang tiang penyangga, mengeluarkan aturan, menghukum dan lain-lain pekerjaan seorang ksatriya, sampai kelak dikemudian hari. Janganlah sombong, ingat dirimu adalah seorang ksatriya. Janganlah sampai bercerai berai, semuanya harus bersatu, karena asalnya adalah tunggal kemudian menjadi banyak. Sejauh-jauhnya bersaudara, paling jauh adalah memisan. Jangan mengaku memindon, tetapi memisan. Kalau ada yang mengaku memindon, apalagi lebih dari itu berarti melanggar bhisamaKu. Kena kutukanku, semoga, semoga, semoga. Semoga juga kena kutukan Bhatara Sesuhunan.
Demikian juga Mpu Siwa Saguna memberikan peringatan bagi yang melanggar pesemotan Pande. ”Kunang mwah sentanan ta apan pada madoh-madohan, pawarah juga ya katekeng wekas, didinya pada eling ring titi gegaduhan, amanggehaken kawangsan. Lamakania pada asih apadang, aja lipya kadang, kna upadrwa ingsun”. (karena keturunanKu tinggal berjauhan, ingatkan kepada mereka sampai kelak, dirinya harus ingat dengan pekerjaan, memegang teguh wangsa Pande. Haruslah saling mengasihi, jangan lupa pada pesemetonan, bila tidak kena kutukanKu).
Dikutip dari: wargapande.org

Popular posts from this blog

Mengapa Tidak Boleh Makan Ikan Jeleg/Gabus

Apa Itu Kawitan?

Pentingnya Upacara Megedong-Gedongan